12 Januari 2010

PENYELEWENGAN SENI

Sesuai dengan judul diatas,saya ingin menyampaikan pandangan pribadi mengenai seni per-filman di Indonesia.Setiap beredar film berbau porno atau memperlihatkan keindahan tubuh (aurat) wanita,pasti muncul pro-kontra di kalangan masyarakat Indonesia.Sebagai salah satu contohnya adalah film “Suster Keramas” yang kabarnya sempat ditayangkan dan diberitakan media elektronik.Salah satu stasiun televisi swasta di tanah air sempat membahas dan menanyakan pendapat publik mengenai film ini.Pada acara yang membahas pro-kontra film tersebut,sempat juga ditayangkan 3 orang yang berpendapat dengan pendapat masing².Pendapat pertama disampaikan oleh seorang gadis yang inti kalimatnya bahwa film itu masih bisa dipandang wajar² saja.Pendapat kedua disampaikan oleh
seorang pemuda yang menyebutkan bahwa perfilman Indonesia tidak akan maju jika film semacam itu tidak diperbolehkan.Sedang pendapat ketiga disampaikan oleh seorang wanita dewasa (kira² separuh baya) bahwa perlunya film yang lebih mendidik daripada membuat film semacam itu.Saya pribadi sempat heran dan jengkel mendengar opini pertama dan kedua,apalagi mereka adalah termasuk generasi muda juga.Mengenai pendapat pertama,koq bisa²nya seorang gadis berkata bahwa film “Suster Keramas” masih bisa dibilang “wajar”.Dan pendapat kedua menyatakan “demi kemajuan” seni per-film-an Indonesia.Alasan apa yang mendasari pendapat mereka berdua tentang arti “wajar” dan “kemajuan”.Apakah karena perfilman Indonesia berkiblat pada perfilman Amerika?
Sebenarnya bukan masalah bila industri perfilman ber-kiblat disana,masalahnya adalah mengapa kita meniru sesuatu yang tidak pantas ditiru.Mengapa tidak kita ambil yang baik dan kita buang yang buruk? Mengapa ada insan perfilman yang seakan tidak peduli dengan moralitas bangsa ini? Apa tidak ada ide lain untuk meng-explorasi seni dengan cara yang lebih baik? Yang bertanggung jawab terhadap moral masyarakat dan menghibur publik tanpa “exploitasi” keindahan tubuh wanita.
Film kedua yang ber-genre horor dan meng-exploitasi keindahan tubuh wanita adalah “Air Terjun Pengantin”.Kalau seandainya ditanyakan alasan para artis tersebut memerankan adegan tersebut,jawabannya mungkin bisa dipastikan karena “tuntutan peran”.Kalau ada artis yang bicara seperti itu,saya pribadi jadi ber-tanya²,mengapa ia bersedia dituntut melakukan adegan semacam itu? Apa takut popularitas melorot? Apa takut tidak laku lagi? Atau alasan lain? Mengapa dunia perfilman Indonesia melahirkan konsekuensi semacam itu? Inilah yang saya maksud dengan “PENYELEWENGAN SENI”.
Memang setiap insan seni memiliki kebebasan untuk meng-explorasi seni karena kebebasan adalah hak asasi.Akan tetapi,jangan lupakan juga kewajiban kita.Ada hak = ada kewajiban.Dua hal tersebut janganlah dipisahkan demi menjaga keseimbangan.Bukankah Indonesia adalah negara yang beradab? Dan Indonesia bukanlah negara “Liberal”.Setiap insan seni memang diberikan kebebasan meng-explorasi dan meng-expresikan seni,tetapi mereka juga harus ingat bahwa mereka punya kewajiban menjaga tradisi negeri ini dan menjaga moral bangsa ini.Yang perlu digaris-bawahi adalah “Menjaga Moral Bangsa Ini”.Saya tak perlu berpendapat perlunya UU Anti Pornografi dan Pornoaksi.Karena semua pasti tahu,RUU-nya aja udah bikin resah.Jadi saya cukup mengatakan dan menyarankan,”kepedulian insan seni untuk menjaga moral bangsa”.Jangan menjadikan seni sebagai alat bisnis saja,apalagi yang melahirkan sesuatu yang negatif.Kalau film² yang meng-exploitasi keindahan tubuh wanita dianggap wajar dan tidak ada unsur negatif-nya,mungkin kita perlu menyimak berita yang pernah dimuat di televisi.Seorang pemuda berusaha “memperkosa” seorang gadis setelah melihat aksi “goyang ngebor”.Apakah kita cukup menyalahkan dengan berkata,”Salah pemuda itu sendiri,kenapa ia tak bisa mengendalikan nafsunya”.Padahal ini adalah karena sebuah “goyangan”,lalu bagaimana efek memperlihatkan belahan buah dada dan “aurat” lainnya.Kalau kenyataan tersebut terjadi ber-ulang²,sudah pasti moral bangsa ini akan semakin bejat.Dan bisa jadi angka prosentase sex bebas dan kriminalitas akan semakin meningkat.Menurut saya pribadi,film seperti itu sudah tidak wajar karena film merupakan tontonan yang dikonsumsi publik.Memakai bikini dan telanjang dada mungkin sebagian kalangan masih menganggap wajar kalau hal itu dilakukan di pantai seperti “pantai kuta” di Bali walaupun ada yang tidak suka dengan hal ini,tetapi paling tidak para turis memakai bikini dan bertelanjang dada ada di tempat khusus dan tidak dipertontonkan ataupun di-expose sedemikian rupa.Peran yang meng-exploitasi keindahan tubuh wanita juga bukanlah “tantangan”.Justru tantangan sebenarnya adalah menjadi publik figur yang bisa menjaga kesopanan dan norma² kehidupan.Karena pada dasarnya,para artis wanita di Indonesia mayoritas sudah diberikan “berkah” ke-elokan wajah yang sudah cukup menjadi daya tarik.Dan juga,rata² mereka juga memiliki kecerdasan dan talenta yang sangat mengagumkan.Lalu mengapa ada diantara mereka yang tidak bisa menjaga kesopanan berbusana dengan kecerdasan yang dimiliki? Kalau pelaku perfilman yang meng-exploitasi keindahan tubuh wanita adalah insan beragama,agama mana yang mereka anut? Lalu agama mana yang memberikan pandangan bahwa exploitasi “aurat” wanita adalah wajar² saja.Haruskah kita memisahkan agama dan seni? Kesannya seakan-akan agama seperti pakaian,ketika melepas pakaian maka agama juga ikut lepas dan digantungkan.Kalau ada ajaran semacam itu,ajaran manakah itu?
Dalam hal ini,seharusnya kita menyadari bahwa pelaku perfilman tersebut juga adalah manusia yang memiliki keyakinan (agama).Dan dimanapun dan kapanpun,keyakinan kita tidak bisa ditanggalkan seakan pakaian.Karena keyakinan yang kita miliki seharusnya kita pegang teguh,bahkan sampai maut datang menjemput.Cara berpakaian dan berperilaku pun seharusnya bisa memperlihatkan bahwa kita adalah manusia yang memiliki keyakinan dan agama.Kalau orang mengenal agama yang kita anut melalui KTP atau Kartu Identitas saja,maka ketika KTP atau Kartu Identitas kita hilang,apakah masih ada sesuatu yang menjadi patokan bahwa kita memiliki agama.Hal yang pasti mencerminkan keyakinan kita adalah perilaku kehidupan kita.
Kalaupun tidak ingin mengaitkan agama,tidak bisakah pelaku perfilman tersebut membuat film yang tanpa exploitasi keindahan tubuh wanita.Bukankah sudah banyak film yang sukses tanpa dibumbui hal² semacam itu? Misal “Perempuan Berkalung Sorban”,”Laskar Pelangi” dan masih banyak lainnya.Saya yakin pelaku perfilman tersebut adalah orang² terpelajar.Dan sebagai orang² yang terpelajar,semestinya mereka tidak kehabisan ide untuk membuat film yang bermutu dan kalau perlu memberikan pesan moral yang kuat tanpa exploitasi keindahan tubuh wanita dan adegan yang tidak layak dikonsumsi publik.
Seharusnya ini juga menjadi tugas pemerintah melalui Undang² Perfilman dan Badan Sensor untuk menjaga moralitas bangsa dengan aturan yang jelas dan ketat.Sebab, setiap usaha² anti sex bebas akan sia² jika publik Indonesia terus digempur dengan film² yang mengundang nafsu.
Demikian opini saya,semoga ini menjadi bahan renungan dan diharapkan setiap insan seni mampu memberikan sisi positif dari explorasi seni.Karena film yang meng-exploitasi “aurat” wanita bukanlah sebuah kemajuan melainkan kemunduran moral dan akhlak.

0 comments:

 

© 2009 TIPS BLOG DAN SOFTWARE KOMPUTER. Powered by Blogger
Design by eJoee BlogsTricks